Pembelajaran IPA (sains) saat ini masih menggunakan sistem pembelajaran yang bersifat konvensional yaitu pembelajaran terpusat pada guru (teacher centered). Sistem pembelajaran tersebut juga diterapkan di SMUN I BJM, hal itu akan dapat menyebabkan siswa menjadi pasif.
Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mengetahui prestasi belajar fisika manakah yang lebih tinggi antara siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing berbasis aktivitas dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional, (2) mengetahui kemampuan siswa dalam merumuskan soal pada kelas yang diajar dengan pendekatan problem posing berbasis aktivitas.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 SMUN I BJM tahun ajaran 2002/2003. Diantara 10 kelas yang ada dilakukan pengambilan sampel secara acak. Penelitian ini bersifat eksperimental semu, yang melibatkan variabel perlakuan berupa model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing berbasis aktivitas yang dikenakan pada kelas eksperimen dan pada kelas kontrol menggunakan pendekatan konvensional untuk pokok bahasan getaran dan gelombang. Rancangan ini melibatkan dua kelas sampel, maka desain penelitian yang digunakan adalah Pre-test dan Post-test Control Group Desain. Kerangka rancangan dimulai dari uji coba instrumen dan pengambilan data, analisis uji instrumen dan analisis data serta uji hipotesis menggunakan uji-t satu pihak.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) prestasi belajar fisika bagi siswa yang diajar melalui pendekatan problem posing berbasis aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi belajar fisika bagi siswa yang diajar melalui pendekatan konvensional, yang terlihat dari nilai rata-rata prestasi untuk kelas eksperimen adalah 84,47 sedangkan nilai rata-rata prestasi untuk kelas kontrol adalah 68,50 dan juga dilihat dari thitung > ttabel yaitu diperoleh thitung = 7,426 sedangkan ttabel (72; .05) = 2,647 (2) kemampuan merumuskan soal bagi kelas yang diajar melalui pendekatan problem posing berbasis aktivitas tergolong sangat baik yaitu mencapai 84,7 %.
Belajar merupakan hal yang sangat mendasar yang tidak bisa lepas dari kehidupan semua orang. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan yang meningkat, pemerintah berupaya untuk meningkatkan dunia pendidikan. Hal yang harus dilakukan oleh dunia pendidikan tentunya harus mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif, mampu memecahkan persoalan-persoalan yang aktual dalam kehidupan dan mampu menghasilkan teknologi baru yang merupakan perbaikan dari sebelumnya.
Untuk dapat menciptakan teknologi baru dan agar tidak terbelakang dari dunia ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta mempersiapkan sumber daya manusia yang kreatif dalam memecahkan persoalan-persoalan aktual kehidupan, maka peranan fisika sangat penting bahkan dapat dikatakan teknologi takkan ada tanpa fisika. Oleh karena itu penguasaan suatu konsep fisika sangat penting dalam mendukung hal tersebut.
Dalam belajar fisika hendaknya fakta konsep dan prinsip-prinsip fakta tidak diterima secara prosedural tanpa pemahaman dan penalaran. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Pengetahuan atau pengertian dibentuk oleh siswa secara aktif, bukan hanya diterima secara pasif dari guru mereka.
Penelitian pendidikan sains pada tahun-tahun terakhir telah menunjukkan suatu pergeseran ke arah paradigma konstruktivis. Berkenaan dengan pembelajaran konstruktivis, tugas seorang guru adalah menyediakan atau memberikan kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka mengekspresikan gagasan-gagasan mereka serta mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Jadi peranan guru dalam pembelajaran adalah mediator dan fasilitator dalam pembentukan pengetahuan dan pemahaman siswa (Suparno, 1997:65).
Untuk mendukung hal itu, para pakar pendidikan telah mengembangkan berbagai sistem pembelajaran yang lebih memperhatikan aspek siswa, salah satunya adalah pembelajaran dengan pendekatan problem posing. Problem posing (pengajuan soal) adalah salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada aliran konstruktivis, berbeda dengan pembelajaran yang bersifat konvensional yang lebih menekankan pada hapalan yang cenderung mematikan daya nalar dan kreativitas berpikir anak (Hudojo, 1998).
Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan manfaat dari pembelajaran problem posing, problem posing merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pembelajaran fisika yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah serta menimbulkan sikap positif terhadap fisika. Membiasakan siswa dalam merumuskan, menghadapi dan menyelesaikan soal merupakan salah satu cara untuk mencapai penguasaan suatu konsep akan menjadi lebih baik. Hal ini sejalan dengan pendapat aliran Behaviorisme yang menyatakan bahwa untuk mencapai pemahaman yang lebih baik dapat dilakukan dengan cara mengulang-ulang masalah yang disampaikan (Hudojo, 1988:32).
Dikaitkan dengan pengertian fisika sebagai bagian dari IPA, model pembelajaran dengan problem posing berbasis aktivitas ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran fisika. Hal ini karena problem posing berbasis aktivitas lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam belajar, siswa terlebih dahulu mengadakan kegiatan-kegiatan di laboratorium yaitu proses mengamati, mencatat hasil pengamatan, menganalisis dan menyimpulkan kegiatan praktikum yang telah dirancang oleh guru. Hal itu akan lebih membuat belajar fisika menjadi menyenangkan dan lebih berkesan, karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Fisika merupakan generalisasi dari gejala alam yang tidak perlu dihapal tetapi perlu dimengerti, dipahami dan diterapkan.
Pada tingkat SLTP dan SMU, strategi pengajuan soal selaras dengan tujuan khusus pengajaran yaitu agar siswa dapat mempunyai pandangan luas dan mempunyai sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin serta menghargai kegunaan fisika. Dalam pembelajaran, guru hendaknya memilih strategi yang melibatkan siswa baik secara mental, fisik maupun sosial.
Jika dilihat dari kenyataan yang ada di lapangan, bahwa sistem pembelajaran yang diterapkan di SMUN I Banjarmasin, lebih didominasi oleh pembelajaran konvensional. Siswa cenderung pasif karena mereka hanya menerima materi dan latihan soal dari guru, hal itu tidak cukup mendukung penguasaan terhadap konsep fisika menjadi lebih baik. Masih rendahnya penguasaan terhadap konsep fisika ditandai oleh nilai prestasi fisika siswa yang masih rendah.
Dengan bertolak dari uraian di atas, maka penelitian tentang pendekatan problem posing terhadap prestasi belajar fisika perlu diungkap melalui sebuah penelitian yang dirancang dan diimplementasikan dalam suatu studi eksperimen untuk dilihat efektifitasnya.
sumber: http://pondokskripsi.wordpress.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)